ASTAGAKH...!
TANGGAL
26 DESEMBER 2006, Pemerintah Daerah Halmahera
Selatan mengeluarkan Surat Keputusan Bupati tentang Izin Usaha Perkebunan
Kelapa Sawit atas nama PT. GeloraMandiri Membangun (perusahaan lokal yang
bekerja untuk Group PT. Korindo sebagai mitra pelaksana teknis dalam
mengeksploitasi kayu). Dan setelah melalui tahapan mekanisme
perizinan berupa Izin
Pemanfaatan Kayu (IPK) dari
Dinas Kehutanan Kabupaten Halmahera Selatan dan Izin Pelepasan
sebagian Kawasan
hingga perpanjangan Izin Pemanfaatan Kayu dari Dinas Kehutanan Propinsi Maluku Utara,
Pemda
Halsel akhirnya mengeluarkan Keputusan Persetujuan Pemberian Arahan Lokasi
untuk Perkebunan Kelapa Sawit PT. Korindo di Kecamatan Gane Barat, Gane Timur,
dan Kepulauan Goronga dengan konsesi seluas 11.009 Ha.
Dimana kawasan hutan
“sebelas ribu hektar” tersebut termasuk
Saat ini, Izin Pelepasan Kawasan (IPK) dari Kementerian
Kehutanan yang
diklaim sudah dikantongi oleh PT. Korindo dijadikan sebagai
dasar
Restu para elit birokrat inilah
merupakan pintu masuk koorporasi perkebunan sawit tersebut.
Dimana sepak terjangnya semenjak dari fase awal selain tidak adanya
pembahasan penentuan tata batas pun survey lokasi dilakukan dengan
asal main mamancang patok meski dalam lahan garap warga.
Sialnya hal ini melibatkan pegawai rendahan dari dinas terkait tentu saja atas perintah bosnya.
Kegiatan awal yang sudah menjadi tradisi bisnis kapling ruang ini mudah ditebak juntrungnya
yaitu menggiring masyarakat pada dimensi permasalahan akan status tanah dimata hukum negara.
Wajar saja karena hal itu merupakan kebutuhan dasar investasi perkebunan skala besar—
sebesar daya rusak terhadap tatanan ekosistem sosial kepulauan kecil
yang hanya membuat tebal saku para surveyer kehutanan.
Kebutuhan selanjutnya adalah polaritas pemukim.
kewenangan perusahaan untuk menggusur kebun-kebun masyarakat desa di Gane Barat dan Gane Timur.”
Dimana sepak terjangnya semenjak dari fase awal selain tidak adanya
pembahasan penentuan tata batas pun survey lokasi dilakukan dengan
asal main mamancang patok meski dalam lahan garap warga.
Sialnya hal ini melibatkan pegawai rendahan dari dinas terkait tentu saja atas perintah bosnya.
Kegiatan awal yang sudah menjadi tradisi bisnis kapling ruang ini mudah ditebak juntrungnya
yaitu menggiring masyarakat pada dimensi permasalahan akan status tanah dimata hukum negara.
Wajar saja karena hal itu merupakan kebutuhan dasar investasi perkebunan skala besar—
sebesar daya rusak terhadap tatanan ekosistem sosial kepulauan kecil
yang hanya membuat tebal saku para surveyer kehutanan.
Kebutuhan selanjutnya adalah polaritas pemukim.
kewenangan perusahaan untuk menggusur kebun-kebun masyarakat desa di Gane Barat dan Gane Timur.”
Fakta yang terjadi di Desa Gane
Dalam adalah ketika proses sosialisasi,
masyarakat telah diperhadapkan pada
kondisi dimana Pemerintah Desa dan Kecamatan “sudah terbeli”.
kondisi dimana Pemerintah Desa dan Kecamatan “sudah terbeli”.
Mereka dijadikan
sebagai alat dukung upaya PT. Korindo dalam menjalankan proses sosialisasi
(baca: penipuan dan pembodohan) yang dilakukan dengan cara mengobral
janji-janji pembangunan serta iming-iming “bantuan naik haji”, dan “upah kerja
yang tinggi”.
Semua
demi tujuan selain agar masyarakat tergiur melepaskan lahannya
dan menjadi
buruh perkebunan juga guna menciptakan kondisi dimana warga terpolarisasi.
Tidak jarang adu mulut hingga perkelahian terjadi antar tetangga
saat mereka
terpisahkan menjadi dua blok identitas “penolak” dan “pendukung” investasi
perkebunan kelapa sawit hingga sekarang. Yah, modus operandi untuk memecah belah
persatuan
dan kerukunan masyarakat memang selalu sukses dipraktekan
sejak
diperkenalkan kompeni VOC dalam kebijakan politik pecah belahnya, devide et
impera.
Kebutuhan
berikut dan yang paling vital yaitu land
clearing.
Penggusuran. Dan yang
paling menjengkelkan adalah penimbunan
badan sungai yang menjadi tumpuan sumber
air warga saat dikebun.”
Upaya
masayarakat Gane melintasi lautan untuk mencari keadilan
di kantor Pemda Halsel
selalu gagal di hadiri Bupati.
Dimana dalam setiap ikhtiar membangun dialog
dengan intansi terkait,
Kapolres, Dandim, Danpos selalu berakhir dengan
kegagalan.
Hal itu terjadi karena pencarian solusi selalu mengarah pada upaya
persuasif terhadap warga
untuk menerima apa yang mereka tuntut.
Hingga saat 13
warga Desa Gane Dalam dikriminalisasi selama 2 bulan
hanya karena memprotes
penggusuran kebun dengan menutup jalan logging perusahaan.
Sementara itu mereka
yang enggan melepaskan lahannya dan memilih mengais rejeki
dari kebun tanaman
tahunan dan bulanan senantiasa
diintimidasi
oleh oknum aparat kepolisian Polres Halsel yang “dibeli” PT.
Korindo untuk mengawal operator alat berat.
Bagaimana
tidak, dalam setiap kali bulldozer akan menggusur
lahan garap mereka mesti
diawali dengan bunyi tembakan.
Cara-cara kuno ini diguna sebagai ‘psiko
teror’mencegah korban
berindak diluar toleransi hukum negara.
Dari
rentetan insiden konflik yang melilit warga pemukim pesisir Teluk Gane itu,
kini mereka tengah bekerja keras menyelamatkan ruang produktifitasnya
dari
cengkeraman kuasa modal korporatokrasi, PT. Korindo dan Pemda Halsel,
Dengan
melakukan okupasi areal persemaian bibit sawit, membuat penganan,
dan beberapa kerajinan dengan bahan alam
untuk
menunjang produksi ekonomi rumah tangga.
Oleh karena itu kami mengabarkan hal
ini kepada kamu untuk
berpartisipasi memberi du kungan dan menunjang upaya
penyelamatan
yang dilakukan oleh “masyarakat penolak sawit di Desa Gane Dalam,
Desa Gane Luar, Desa Sekely, Desa Jibubu, dan Desa Yamli.”
Panjang umur Gane Berlawan!
Panjang umur Gane Berlawan!
Komentar
Posting Komentar