V FOR VENDETTA I SEBUAH TINJAUAN

V FOR VENDETTA

V for Vendetta


Novel grafis karya Alan Moore dan David Lloyd ini menjadi sumber adaptasi Wachowski bersaudara. Terdiri dari 10 volume dan kini dipublikasikan oleh Vertigo (divisi dari korporasi DC Comic) setelah sebelumnya diterbitkan berkala antara tahun 1982 hingga 1985 dalam seri komik Inggris, Warrior, sepanjang 26 edisi. Disusun selama 8 tahun di akhir tahun 1970-an hingga awal dekade 1980-an dimana dunia masih tercekam dengan situasi Perang Dingin. Novel grafisnya sendiri sebenarnya masih jauh lebih realistis dibandingkan dengan filmnya, dan mengandung jauh lebih banyak poin yang (sayangnya) tak diangkat oleh Wachowski

GUY FAWKES
Guy Fawkes
Guy Fawkes adalah seorang ekstrimis Katholik dan pahlawan militer yang terkenal karena keberaniannya serta kemampuannya merakit bahan peledak saat berperang bersama tentara Spanyol di Belanda. Ia direkrut oleh kelompok ekstrimis Katholik, Gunpowder Plot di Inggris untuk meledakkan gedung parlemen dan membunuh raja James I--akibat menerapkan kebijakan yang menindas umat Katholik di sana dengan memperkenalkan pajak bagi mereka yang memeluk ajaran Anglican. Para konspirator berhasil masuk dan mengisi seluruh lantai dasar gedung parlemen dengan bubuk mesiu. Fawkes mengajukan diri untuk menyalakan sumbu dan menurut rencana akan dapat melarikan diri dalam waktu 15 menit. Tapi plot tersebut terbongkar. Tanggal 5 November 1605, sesaat sebelum diadakan sebuah pertemuan kerajaan di gedung parlemen, Fawkes tertangkap saat sedang berusaha menyalakan sumbu. Ia disiksa dan kemudian digantung di seberang gedung parlemen pada 31 Januari 1606.

Karakter Guy Fawkes sendiri diambil sebagai contoh tindakan pengambilan tanggung jawab personal untuk menentang kekuasaan yang sewenang-wenang, saat memang nyaris seluruh publik dikuasai oleh rasa takut dan dininabobokkan oleh ketenangan hidup sehari-hari.

Mengapa V for Vendetta Relevan dengan Hidup Kita?


V for Vendetta Film ini mengambil latar belakang Inggris di bawah kekuasaan rezim totaliter. Hal ini bermula sesaat pasca-perang dunia yang meluluhlantakkan berbagai negeri. Kekacauan merebak dimana-mana, kelaparan, penyakit dan tentu saja, angka kematian yang begitu tinggi. Hal ini akhirnya yang menjadi pembenaran bagi seorang politikus yang ambisius untuk meraih kekuasaannya dengan menerapkan pola kekuasaan yang fasistik. Semua dikontrol oleh negara, tak ada kebebasan sipil, bahkan juga termasuk dalam berpendapat dan menjadi berbeda. Bahkan juga di dalamnya, memeluk agama lain selain satu agama yang 'direstui' oleh pemerintah, dianggap sebagai sebuah kejahatan dalam kasus ini agama dominan adalah Kristen.
(Dalam satu bagian, dikisahkan bagaimana bahkan seseorang dapat ditangkap hanya karena memiliki Al-Qur'an). Film, buku-buku sastra dan bahkan juga karya- karya seni dilarang. (Ini mengingatkan pada film 'Equilibrium' dimana karya seni dianggap barang terlarang yang dengan demikian memiliki atau sekedar menikmatinya adalah juga kejahatan yang dapat dihukum mati karena seni dapat menggugah emosi, dan hal itu dapat merusak keteraturan).

Di tengah kondisi demikian, seorang individu yang menyebut dirinya V, dengan mengenakan kostum ala Guy Fawkes mulai mengambil tanggung jawab atas semua hal yang terjadi. Kesalahan suatu negeri memang tidak dapat ditudingkan begitu saja pada para birokrat dan politisi, karena bagaimanapun juga, para penguasa tersebut bisa berada di kekuasaannya karena publik membiarkannya (dengan berbagai alasan tentunya, seperti ketakutan dan ketidak pedulian serta ilusi keteraturan yang meninabobokkan). Dalam satu episode, V mengatakan pada publik melalui televisi
bahwa, “untuk mengetahui siapa yang bersalah atas semua yang terjadi, mari kita menatap cermin.”

Maka aksi V yang dimulai pada tanggal 5 November dimulai. Tanggal ini dipilih untuk menghormati tanggal dimana Guy Fawkes melakukan aksi peledakkan gedung parlemen Inggris pada abad ke 17 yang gagalkisah mengenai Guy Fawkes sendiri adalah kisah yang nyata terjadi. Satu persatu para politisi, yang merupakan sejumlah tokoh penting dari partai politik yang berkuasa, menemui ajalnya. Hal ini berkaitan dengan 'dosa-dosa' para politisi tersebut di masa lampau yang telah memilih V sebagai salah satu korbannya. Plot pemberontakan itu sendiri disusun oleh V sedemikian rupa sehingga dalam waktu satu tahun (dari tanggal 5 November ke 5 November tahun berikutnya), yang diharapkan seluruh kekuasaan pemerintah akan runtuh dengan sebuah kebangkitan popular.

Semua rencana berlangsung lancar. Plot demi plot berjalan dengan mulus, bahkan hingga titik terakhirnya dimana publik dengan tenang berjalan dan berkumpul menyaksikan bagaimana gedung parlemen meledak dan runtuh. Tentara yang berjaga tak melepaskan satu tembakanpun, tokoh utama partai ditembak oleh bawahannya sendiri dan semua orang penting partai yang dianggap berdosa di masa lampau telah menemui ajalnya di bawah keadilan yang dibawa o6leh V. Semua mulus walau V sendiri akhirnya menemui ajalnya di tangan para Fingerman, polisi khusus milik pemerintah.

Maka inilah V...


Sebuah kisah tentang pengambilan tanggung jawab personal yang membuat Spiderman tampak kekanak-kanakkan apabila dibandingkan dengan tokoh V. Film ini diadaptasi dari sebuah buku novel grafis karya Alan Moore dengan judul yang sama. Buku novel grafisnya berkisah seputar kekuasaan, fasisme, anarki, impotennya demokrasi, manipulasi media, potensi maksimal manusia dan sistem yang kontradiktif di Inggris.

Bukunya mengakar pada berbagai hal nyata. Mengambil temanya dari perayaan yang paling aneh di Inggris, Guy Fawkes Nite, dimana pada tanggal 5 November orang-orang berkumpul melihat atraksi kembang api dan petasan sambil mengunyah kentang, untuk mengenang seorang lelaki yang dihukum mati atas aksi tunggalnya---berencana meledakkan gedung parlemen yang menjadi simbol kekuasaan pemerintahan Protestan; karena pemerintah mencanangkan undang- undang anti-Katolik yang diskriminatif. Dan mereka berpikir bahwa sang lelaki tersebut sangat hebat.

Inggris memang memiliki tradisi aneh, yaitu mentransformasikan tokoh antagonis menjadi pahlawan. Dari pencuri komunis seperti Robin Hood, perampok jalanan Dick Turpin yang malah menjadikan banyak perempuan bangsawan pada masanya dengan sukarela disandera, lantas ada juga Kray Twins serta mereka yang berada di balik kejadian Great Train Robbery. Apakah kita sempat memperhatikan, bahwa tokoh-tokoh antagonis hebat di film-film Hollywood semuanya adalah orang Inggris?

Penggalan garfis dari novel grafis
karya Alan Moore
Dan begitulah, kita sekarang memiliki V. Seorang teroris pembunuh yang melawan kekuasaan negara, dimana negeri yang ia serang juga memberi dukungan penuh dari publik. Menariknya, V memang tidak sekedar menyuguhkan solusi aksi petualangan biasa dimana sang diktator terekspos dan kemudian demokrasi berkuasa seperti layaknya kisah-kisah heroik lain.

V mengusulkan anarki sebagai sebuah solusi atas fasisme. Ia tidak membuat sebuah struktur baku apapun untuk diterapkan selain ide “do what thou wilt” (lakukan apa yang sungguhnya kau kehendaki). Ini memang ide yang relatif masih baru di kalangan publik, terutama di Indonesia. Yang lantas jadi pertanyaannya adalah: apakah benar hal ini adalah cara yang lebih baik.

Kini kita beralih pada film. Naskahnya sendiri jelas tidak membicarakan soal anarki seperti dalam bukunya, tapi itu hal lain. Logo berwarna merah berupa huruf V di tengah lingkaran mirip dengan logo original anarki (huruf A di tengah lingkaran) dengan dibalik dan garis melintangnya dihapuskan. Lalu penampilanya dengan seseorang di balik topeng wajah Guy Fawkes dan berjubah hitam panjang dan suara yang kadang hanya berupa rekaman. V bukan siapa- siapa karena ia dapat berarti siapa saja. Siapapun dapat menjadi V. Itu poin dari tokoh V itu sendiri.


Karya Alan Moore ini memang menjadi sangat minus poin saat diterjemahkan ke dalam film. Memang ada fakta bahwa menterjemahkan sebuah karya berformat buku ke dalam sebuah film yang berdurasi terbatas tentu akan terpaksa menghilangkan banyak detail yang seringkali sesungguhnya penting. Tapi dalam kasus film V ini, terlalu banyak poin penting di bukunya dihilangkan sementara terlalu banyak pendekatan sinematik khas Hollywood diterapkan.

V for Vendetta penting karena ia berbicara tentang pengambilan tanggung jawab atas ketidak-beresan sistem negara dimana kita tinggal, menjelaskan tentang relasi antara masyarakat dan penguasa, serta memberikan pemahaman bahwa pemerintah seharusnya adalah abdi masyarakat, bukan yang selama ini terjadi dimana-mana.

Terlepas dari buruk atau tidaknya adaptasi yang dilakukan oleh Wachowski bersaudara, film ini sangat tepat diputar di Indonesia. Selama ini pemerintahan, siapapun orangnya, selalu menelurkan aturan, kebijakan, hukum dan undang- undang yang bertentangan dengan kehendak masyarakat; media massa nyaris selalu memposisikan diri dalam kepentingan pemerintah; menguburkan dari ingatan publik momen-momen penting historis yang dapat membangkitkan kesadaran; mempublikasikan besar-besaran isu-isu sosial untuk menutupi kebijakan mereka yang sesungguhnya; agama dominan berkuasa serta mulai menyingkirkan agama- agama lain yang berbeda dengannya termasuk varian dari agamanya sendiri; ekspresi perbedaan dilenyapkan dengan memanfaatkan legalitas hukum.

Bedanya, kita tak memiliki seseorang seperti V di sini.

Tapi toh kita sesungguhnya memang memiliki pilihan. Dan pilihan memang di tangan kita sendiri, saat kita jugalah yang sebenarnya bertanggung jawab atas apa yang terjadi saat ini di Indonesia. Pemerintah dapat melakukan apapun sesuai kehendak mereka, karena kita membiarkan mereka menentukan kehendak kita. Kita membiarkan mereka, maka kesalahan ada pada diri kita.

Kita memang selalu punya pilihan.

MENGAPA V PERCAYA ANARKI



Anarki (anarchy) adalah sebuah kata dari bahasa latin yang arti literernya adalah (a): tanpa, (archy): kuasa. Hal ini menjadi filsafat klasik yang maknanya tidak hanya sekedar tanpa kekuasaan, ia berkembang menjadi sebuah pola pikir tentang bagaimana masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri tanpa keberadaan pemerintah. Hal ini bisa dilakukan dalam banyak cara, tapi masyarakat anarkis memegang dua prinsip dasar untuk dapat membuatnya berjalan:
1.Setiap individu yang menjadi anggota masyarakat memiliki bagian dan kesempatan dalam
menentukan sendiri setiap keputusan masyarakat yang memiliki akibat pada diri individu tersebut.
2.Setiap individu yang menjadi anggota masyarakat tanpa memandang usia, jenis kelamin, keyakinan dan agama, status sosial ataupun bidang pekerjaan serta pendidikkan- nya, memiliki akses yang sepadan pada seluruh kemakmuran yang diproduksi oleh masyarakat tersebut.
Jadi dengan kata lain, anarki(isme) adalah konsep tentang tatanan masyarakat yang berjalan tanpa memerlukan pemerintah untuk mengatur semuanya.

Kekuasaan
Dalam konsep anarki(-isme) kekuasaan seharusnya dimiliki oleh semua orang. Setiap orang memiliki satu kekuasaan dan dengan demikian tak ada segelintir orang yang memegang kekuasaan lebih banyak dari yang lainnya. Kekuasaan yang dimiliki individu adalah kekuasaan untuk menentukan apapun yang berhubungan dengan individu tersebut. Dalam hal ini, maka pemerintah apapun bentuknya telah memiliki banyak kekuasaan, yang notabene adalah hasil dari kekuasaan yang diambil alih dari orang-orang lain dengan cara 'legal' misalnya dalam proses Pemilu.

Saat kita memberikan kekuasaan kita pada orang lain untuk menentukan setiap keputusan yang langsung maupun tak langsung berakibat pada kita, maka kita telah kehilangan kekuasaan atas diri kita sendiri.

Destruksi
Seorang sufi terkenal Al-Hallaj pernah berkata, “Untuk menum- buhkan sebuah bunga yang indah, pertama-tama kita harus membersihkan dulu rerumputan liar yang tumbuh dan merusak bunga tersebut, dengan jalan cabut hingga ke akar-akar- nya.” Maka, untuk menciptakan sebuah tatanan baru yang lebih baik tatanan lama harus dihancurkan hingga akarnya seperti kita semua ketahui di Indonesia sendiri, reformasi (sistem tambal sulam) tak pernah membawa kita kemana-mana selain kekacauan sosial yang berkepanjangan.

Berikut di atas adalah gambaran awal dan mendasar tentang filsafat anarki. Nilai dan makna yang sangat berbeda dengan gambaran media tentang “situasi anarkis” tapi kini kita semua--melalui film V for Vendetta, telah memahami bagaimana media massa berperan bukan?

Note:
Untuk file novel grafis V for Vendetta, informasi lebih lain seputar anarki(-isme), dan sebagainya, silahkan kunjungi:
[ikarus.was.right@gmail.com]


INSPIRASI NOVEL GRAFIS V FOR VENDETTA

Faith and Treason - Antonia Fraser; Machbet - Shakespeare; 1984 - George Orwell; Brave New World - Aldous Huxley; Thomas Disch; Judge Dredd; Repent Harlequin! Said the Ticktockman, Catman dan Prowler in the City at the Edge of the World - Harlan Ellison; Dr. Phibes and Theatre of Blood - Vincent price; David Bowie; The Shadow; Naightraven; Batman; Fahrenheit 451 - Ray Bradbury; Max Europe After the Rains - Max Ernst; Thomas Phyncon; Robin Hood; Dick Turpin; Uncle Tom's Cabin - Harriet beecher Stowe; Utopia - Thomas More; Capital - Karl Marx; Murders in the Rue Morgue - Edgar Alan Poe; Mein Kampf - Adolf Hitler


REALISASI UTOPIA

Bertentangan dengan anggapan umum bahwa bagaimana mungkin suatu masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri tanpa pemerintah, ada deretan contoh yang benar-benar terjadi (di beberapa daerah) antara lain dalam kota/negara berikut: Paris (1871); Rusia (1905); Jerman (1918-1921); Rusia (1917-1921); Ukraina (1918-1921); Italia (1920); Kronstadt (1921); Inggris (1926); Manchuria (1929-1931); Spanyol (1934-1936); Austria (1934); Korea (1945); Polandia (1944); Jerman Timur (1953); Paris (1968); Aljazair (2001); Argentina (2001-2004); Bolivia (2005 hingga sekarang); Irak (1991); Albania (1997); Sementara yang paling lama bertahan adalah Kota Christiana (1978-sekarang), Zapatista (1990-sekarang).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coconut Revolution

Kenapa Aku Bukan Kapitalis dan Bukan Marxis. Revolusi dan Indian Amerika

OKA CRISIS, 1990 I 270 YEARS RESISTANCE